BANDUNG,- Kecepatan akses media daring akan menentukan tingkat monetisasi yang dikembangkan terutama dalam implementasi Googgle Adsense. CEO Pro Ps Indonesia, Ilona Juwita, mengatakan, sebanyak 53% pengunjung akan meninggalkan media daring jika waktu memuat (loading) konten lebih dari 3 detik. "Rata-rata, pemuatan konten di media daring membutuhkan harus memerlukan waktu cepat maksimal 3 detik,” kata Ilona Juwita saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertema “Peran Pers di Era Disrupsi Media, Mendorong Media Daring Tumbuh Sehat dan Berkembang” di Gedung Sate, Bandung, Kamis (12/3/2020).
Dengan akses yang cepat seperti itu, katanya, keterlihatan iklan menjadi 25% lebih tinggi. Pendapatan iklan pun akan lebih besar lagi, sebanyak 2 kali lipat. Desain iklan vertikal di media daring memiliki peluang keterlihatan yang tinggi di bandingkan yang berbentuk horizontal. "Terutama ketika iklan muncul di mana user (pengguna) sedang membaca konten, baik di sisi kanan maupun di tengah konten,” katanya.
Sementara itu, pembicara lainnya Direktur Bisnis Pikiran Rakyat, Januar Primadi Ruswita menyebut, fenomena disrupsi media massa saat ini sudah terjadi yang ditandai banyaknya penggunaan influencer dalam pemberian informasi dibandingkan wartawan.
“Dulu kalau agen tunggal pemegang merek mempunyai produk mobil baru, wartawan suka diajak ke luar negeri. Sekarang mereka banyak mengundang influencer. Ini menjadi tantangan bagi media dan wartawan di era disrupsi media ini,” kata Direktur Bisnis Pikiran Rakyat Januar P Ruswita saat menyampaikan materin pada Seminar Nasional bertema “Peran Pers di Era Disrupsi Media, Mendorong Media Daring Tumbuh Sehat dan Berkembang” di Gedung Sate, Bandung, Kamis (12/3/2020).
Jepi, sapaan akrabnya, mengatakan, teknologi pengembangan internet telah mengubah dunia media massa dan jurnalisme, termasuk perilaku konsumsi dan produk komersial. Dia mengatakan, proses produksi konten pun menjadi berubah terutama dalam seleksi, konfirmasi, cek and ricek, editing, dan kode etik.
Hal serupa disorot Social Media Strategist Ayo Media Network, Mellysa Widyastuti. Di era disrupsi media, katanya, wartawan harus membuat berita sedikitnya untuk lima konten. Selain berita, katanya, wartawan harus membuat konten untuk sosial media, video, atau bentuk lain. "Hal ini dilakukan adanya tuntutan agar berita lebih banyak dibaca oleh banyak orang," ujarnya.
Di sisi sumber berita, kata Mellysa, ada kecenderungan wartawan menggunakan sosial media sebagai sumber berita. Di Indonesia, sebanyak 9 dari 10 wartawan menggunakan sosial media sebagai sumber informasi. “Ada kecenderungan berita dibuat saja dulu, untuk mengejar kecepatan dan jumlah pembaca yang banyak,” kata Mellysa.
Hal ini dikritik Ketua Dewan Pers Hendry Ch. Bangun, yang menegaskan aspek konfirmasi harus tetap dilakukan.